Lamandau - Kalteng, faktakriminal.com
Selama beberapa hari berturut-turut seluruh masyarakat Desa Tanjung Beringin unjuk rasa ke Perusahaan Besar Swasta (PBS) yakni PT. Sawit Lamandau Raya (SLR) di kecamatan Lamandau, kabupaten Lamandau, provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Aksi unjuk rasa yang dimotori oleh Pemdes Tjg. Beringin ini dimulai pada tanggal 28 ~ 30 Agustus 2025 lalu, al-hasil, ujuk rasa ini mendapat kesempatan dari PT. SLR untuk kompensasi sebesar 2,68 Milyard Rupiah.
Namun, karena ada beberapa masyarakat yang masih tidak puas dan tidak menerima keputusan itu, maka diadakan lagi demo pase ke dua yang dimulai pada tanggal 30 September sampai dengan tanggal 5 Oktober 2025 lalu, dikoordinir oleh Perdo Bimanda dan Yudie Gunawan, dan akhirnya mendapatkan kesepakatan lagi bahwa PT. SLR bersedia memberikan kompensasi tambahan dari kesepakatan yang terdahulu sebesar 2,68 Miliar Rupiah ditambah 320 Juta Rupiah, sehingga total nilainya menjadi 3 Milyard Rupiah.
Aksi Demo Damai menuntut hak 20% ini sejatinya memang bersifat wajib di tunaikan oleh PT. SLR kepada masyarakat desa Tjg. Beringin secara keseluruhan.
Kasus ini mulai mencuat sejak adanya bukti Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian Laporan bernomor : SP2HP/241/X/2025/Satreskrim.
SP2HP yang diperlihatkan oleh Pelapor, Muchlis Shina kepada awak media seraya membeberkan kronologisnya dari awal.
Bahwa sebagian besar warga desa Tjg. Beringin menganggap hak - hak mereka sebagai masyarakat desa Tjg. Beringin telah digelapkan oleh oknum Perdo Bimanda dan kawan - kawan, maka sebagian besar masyarakat ini mempercayakan kepada Muchlis Shina untuk mewakili warga melaporkan Perdo Bimanda alias Bima atas Dugaan Penggelapan, ke Polres Lamandau.
Dalam kasus ini banyak masyarakat yang merasa hak mereka terzolimi oleh Bima. Salah satunya, M. Syakirin, yang merasa hak mereka sebagai warga asli desa Tjg. Beringin telah digelapkan oleh Bima dkk. Masyarakat yang dari luar desa mereka baru 2 ~ 3 bulan numpang berusaha, bahkan Surat Domisili pun diduga masih belum ada malah menerima kompensasi tersebut.
M. Syakirin, menjelaskan bahwa uang pribadi dia yang totalnya 21 juta rupiah dikeluarkan untuk keperluan konsumsi saat unjuk rasa saja hampir digelapkan oleh Bima, tambah lagi hak dia dan istrinya sebagai warga asli desa Tjg. Beringin yang sejatinya juga mendapat konpensasi sampai saat ini tidak diserahkan dengan alasan uangnya sudah habis karena sudah diambil oleh oknum orang penting di kabupaten Lamandau.
"Bukti perkataan Bima ini masih tersimpan di hp saya, bahwa uang 150 juta rupiah itu telah diambil bos besar. Nah, hal ini malah kami sebagai orang tua di desa sini dia olok - olok, malah Bima terkesan menantang kami, bahwa dirinya itu tidak bisa dipenjarakan, mungkin karena menganggap bahwa dirinya itu adalah salah satu orangnya Bupati Lamandau." Ujar Syakirin (7/11) malam kemarin.
Senada, Aita Tuse, sebagai warga asli desa Tjg. Beringin, juga membeberkan kejangalan - kejanggalan atas pencairan dana kompensasi dari PT. SLR ini dianggapnya tidak seperti yang telah direncanakan awal yang tertuang dalam Kesimpulan Hasil Rapat antara masyarakat dengan pihak PT. SLR, yang di dalamnya terdapat 5 diktum perjanjian, ditanda tangani pada tanggal 17 September 2025 lalu.
"Yang diantaranya terdapat dalam diktum 2 dalam Kesimpulan Hasil Rapat tersebut berbunyi, 'konpensasi dibagikan kepada 300 masyarakat lokal sesuai verifikasi tim dari Yudie Gunawan dan kawan kawan. Jadi intinya kompensasi itu dibagikan langsung oleh pihak PT. SLR, bukan diterima dan di bagikan oleh Bima dan Yudie Gunawan." Ujar Aita (7/11) malam kemarin.
Ditambahkan Aita, "saya oke sajalah tidak menerima kompensasi itu, namun banyak orang tua jompo yang asli warga desa Tjg. Beringin ini yang layak mendapatkan kompensasi itu sampai sekarang masih tidak menerimanya. dalam kesepakatan mereka menjelaskan bahwa masyarakat biasa (standar produktif) berhak menerima 3 juta rupiah, sedangkan yang penyandang disabilitas dan Lansia berhak mendapatkan sebesar Rp 14.381.579,-
Dan masih banyak lagi kejanggalan - kejanggalan ini kami dapatkan, seperti beberapa anak kecil yang menerima kompensasi yang seharusnya untuk Lansia ini malah menerima kompensasi tersebut, sedangkan 4 ~ 5 orang tua asli desa Tjg. Beringin malah tidak menerima, tambah lagi beberapa penyandang disabilitas di desa kami ini juga sampai saat ini tidak menerima kompensasi itu." Papar Aita.
Menarik untuk kita ikuti bersama dalam perjalanan kasus yang menyert tokoh penting orang di kabupaten Lamandau ini.
(yud).


Social Header