Lamandau - Kalteng, faktakriminal.com
Terkait berita terdahulu, tentang kompensasi untuk masyarakat Desa Tanjung Beringin, kecamatan Lamandau, kabupaten Lamandau, provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), oleh Perusahaan Besar Swasta (PBS) PT. Sawit Lamandau Raya (SLR), masih jadi polemik diantara masyarakatnya.
Pasalnya, pembagian kompensasi yang dibagikan oleh PT. SLR ini dianggap sebagian besar warga asli desa Tjg. Beringin yang mengatakan tidak tepat sasaran. Bahkan, beberapa warganya secara blak - blakan mengatakan berani menyuarakan hal ini didepan majelis hakim bersumpah untuk bersaksi membongkar aib ini.
Dihimpun dari beberapa keterangan narasumber, kompensasi ini mulai nampak kejanggalan saat munculnya Unjuk rasa pase ke dua yang mengambil alih keputusan masyarakat desa Tjg. Beringin yang dibantu Pemdes terhadap PT. SLR dengan Kesepakatan nominal 2,68 Miliyard Rupiah menjadi kabur.
Salah satu tokoh masyarakat, M. Syakirin, yang merasa dirinya hampir kena tipu oknum koordinator Unjuk rasa ke PT.SLR pase dua, Perdo Bimanda alias Bima, mengatakan kepada awak media, "setelah saya menanyakan kemana larinya uang itu? lalu dijawab Bima _'150 juta sudah diambil bos besar,'_ lalu saya tanya lagi bos besar itu siapa, apakah Bupati? _Lalu dijawab Bima lagi 'Iya.'_ Memang saya berpikir antara percaya dan tidak juga, tapi itulah fakta jawaban Bima, bukti ceting WhatsApp masih ada." Beber lelaki paruh baya ini (8/11) kemarin.
Dari keterangan ini, faktakriminal.com sempat mengkonfirmasi langsung ke Bupati Lamandau, Rizky Aditya Putra, melalui WhatsApp, dirinya menyangkal tuduhan yang tertuju kepadanya.
"Itu Fitnah keji, bahkan kita yang bantu mereka. Termasuk 5 desa lainnya. Itu urusan antara mereka (red)." Ujar Rizky (9/11) pagi tadi.
Salah satu aktivis LSM Tingang Coruption Watch (TCW) Franky Angriawan, S.H., M.Kn. angkat bicara. Bahwa, kasus yang terjadi di desa Tjg. Beringin ini terlihatnya ada yang menyeting, dan mungkin ada unsur kepentingan dan atau ada oknum yang mengendalikan dibalik layar.
"Dugaan saya, peristiwa itu ada yang merencanakan. Sebab, terlihat jelas, dari unjuk rasa pase ke dua yang menambahkan nilai 320 Juta Rupiah menjadi 3 Milyard Rupiah ini menyebabkan keikut sertaan pihak Pemdes Tjg. Beringin dalam pembagian kompensasi yang sebelumnya sudah terdata secara akurat menjadi dihilangkan. Jadinya, pembagian kompensasi tidak terkontrol lagi dan tidak transparan." Tandas Franky (9/11) sore tadi.
Senada yang disampaikan aktivis yang sudah kondang di Kalteng, Audy Valen, ikut menyoroti kasus kisruhnya konpensasi ini, menurut Audy, oknum yang membawa - bawa nama Bupati Lamandau ini patut diproses secara hukum.
"Sebab, ini menyangkut nama Pejabat Pemerintah, artinya disini adalah Pejabat Negara. Jangan gara - gara bermaksud mau menutupi keburukannya sampai berlindung ke nama Bupati. Mungkin dia berpikir takan ada lagi masyarakat desa menguta-atiknya. Dan itu kecerobohan fatal jika Bupati Lamandau tidak mau mengusut tuntas hal itu." Tandas aktivis ini (9/11) sore tadi.
(tim/yud)


Social Header